Ketakutan
adalah cara beragama yang banyak diperkenalkan. Peran para pegkhutbah
agama menjadi hakim kehidupan dengan menakut-nakuti ummat dengan siksa.
Tidak saja di Indonesia, namun mencengkram kuat keseluruh penjuru
dunia. Hingga kepelosok dimana asal-usul agama pertama kali dikhutbahkan
para nabi suci. Azab yang pedih, ancaman neraka jahannam, dicambuk,
hukum gantung, dipenjara, siksa kubur dll. Jika berbicara tentang
kreativitas, maka para pengkhutbah agama kini kehilangan banyak rasa
pada kreativitasnya. Untuk lebih bisa menyentuh relung jiwa terdalam
ummat, dibutuhkan nila rasa yang tinggi.
Filosof
hebat mengajarkan keyakinan diri berlebihan seperti Descartes, cara
berfikir mekanistik ala Galileo, dan pendekatan rasional menurut Freud.
Tapi itu semua belumlah berhasil menerangi semua kegelapan. Memang tidak
bisa dipadamkan, seperti cahaya yang menghasilkan bayangan. Yang harus
terang adalah cara berpikir untuk memandang kegelapan, itu sudah
menerangi.
Di awal abad ke 20-an, dengan pongahnya
fisikawan mengatakan bahwa sisa sedikit bagian alam semesta yang belum
bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Keyakinan itu tidak berumur
lama, setelah mekanika kuantum ditemukan. Kenyataan lain tentang alam
semesta lalu menggetarkan orang sekaliber Albert Einstein: “Ternyata
apa yang tidak bisa diketahui benar-benar ada. Ia muncul berbajukan
keindahan serta kebijaksanaan tertinggi. Inilah religiusitas sejati”.
Bukan
salah mencari damai pada semesta luar. Sesuatu yang dianjurkan malah.
Namun jangan lupa mendengarkan seruan semesta yang berbicara memberi
tanda(ayat). Bukan malah memupuk kesombongan menepuk dada sembari
mengabaikan kedalaman nurani. Sains bukan meruntuhkan nilai kehidupan
dengan membiarkan anak kecil memegang senjata, membiarkan remaja
menggunakan kondom sebebas-bebasnya. Sementara ini semesta mulai
berbicara lewat gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan wabah penyakit.
Mungkinkah ini isyarat ketidak seimbangan pencarian manusia yang selalu
menunjuk ke luar dan lupa ke dalam. Di barat, mulai kekeringan nilai
cinta setelah manusia diprogram menjadi mesin pekerja. Sehari-hari
mereka bekerja mekanis mengikuti alarm khusus dari atasan. Agama
diharapkan menjadi pelabuhan untuk menyandarkan kepenatan malah berubah
menjadi institusi yang menakutkan. Agama dijauhi, agama dicaci.