Pages

Minggu, 12 Oktober 2014

Self- Survival(Sintas Diri)

Ego takut akan pengalaman mistik yang mentransformasi diri. Perubahan besar yang akan terjadi selama dan setelah transformasi diri akan mematikan eksistensi ego. Dari “aku menjadi “kita” adalah hal yang menyakitkan bagi ego. Ego yang bersifat narsis lagi matersialistik berubah menjadi kasih sayang tanpa batas dan percaya kepada Tuhan bukanlah zona nyaman ego yang selalu menginginkan sifat stabil tanpa perubahan,

Sang Bayangan, Istilah Carl Gustav Jung untuk menggambarkan betapa gelapnya kehidupan ego. Ia selayaknya kekuatan Iblis yang menolak bersujud kepada Adam karena kesombongannya. Ia tidak ingin ada orang lain, hanya ada dirinya sendiri. Diri yang terpisah. Diri yang dijunjung. Sebagian Ulama ada yang mengatakan bahwa Iblis pada mulanya memang adalah kekasih Tuhan yang memiliki derajat selayaknya malaikat. Kecemburuan kepada Adamlah yang menurunkan derajatnya sebagai makhluk yang dilaknat hingga masa berakhir.

Walau para sufi memandang alam raya ini dengan cinta Tuhan, tetap saja setiap ada cahaya pasti ada bayangan. Sang Bayangan inilah pencuri apa yang berharga dari kehidupan spiritual manusia. Semakin berharga isi rumah spiritual manusia semakin ia mendatangi untuk merebutnya. Ia seperti wanita pecemburu yang menginginkan semua madunya hancur untuk mendapatkan perhatian lelakinya hanya untuk dirinya. Gemuruh perlawanan batiniah terjadilah. Amuknya kian hari kian membesar. Para penempuh jalan spiritual pemula seolah dibuat bingung, dari bahan bakar apa sehingga Sang Bayang itu tak pernah kehabisan energy? Padahal ia sendiri mulai lelah. Perang yang berkecamuk di dada itu telah digambarkan oleh baginda nabi sebagai perang melawan hawa nafsu. Ketika itu Rasulullah dan para sahabatnya telah kembali dari medan pertempuran yang sangat dahsyat karena memakan korban yang begitu banyak. Tapi Rasulullah berkata, “Sebenarnya kita baru saja pulang dari peperangan yang kecil menuju peperangan yang lebih besar.”

“Yang manakah peperangan yang lebih besar itu ya Rasulullah?”
“Perang melawan hawa nafsu.” Jawab Rasulullah.

Memang, perang yang terjadi di dunia luar tidak sebanding dengan perang yang berkecamuk di dalam diri. Di sini perang tanpa akhir, tapi di luar sana perang bisa saja berakhir. Di sini perang begitu kompleks, multi strategy dan butuh kejelian karena sekutu dan lawan serupa dan akan terus serupa sepanjang masa.  Tapi perang di dunia luar, segera akan diketahui siapa lawan, siapa sekutu.

Coba perhatikan, gelap malam yang mencekam. Si pencuri itu datang ingin mengambil seluruh perhiasan berharga di dalam rumahmu. Mengendap-ngendap, tapi dirimu memiliki insting yang sudah terasah sehinggap mengetahui langkah kaki yang tidak biasanya dan suara berisik yang asing. Dia pencuri. Dengan sigap engkau mengambil sebilah pisau sebelum ia menghabiskan seluruh perhiasanmu, tapi dia ternyata memiliki belati. Saat engkau mengambil pedang, ia mengancammu dengan samurainya. Saat dirimu menggenggam sepucuk pistol, ia menodongkan pistolnya juga. Seolah senjata apapun yang engkau miliki, semuanya dimilikinya juga. Si ego mencerminkan kekuatan apapun yang engkau miliki. Sang bayang muncul mencerminkan bentuk tubuhmu.

Namun tanpa senjata apapun, nyalakan lampu hingga cahayanya berpendaran memenuhi seluruh ruangan, Sang Bayang akan hilang.

Gagasan terburuk adalah melawan ego. Melawan adalah cara untuk selalu kalah dalam kompetisi melawan Iblis dan pasukannya. Betapapun kuatnya manusia, ketika diadu dengan syetan selalu saja manusia kalah dan syethan akan keluar jadi pemenangnya. Adalah sangat penting menghimpun sebanyak mungkin cahaya Tuhan, itulah cara terbaik memenangkan pertempuran tanpa peperangan. Sebenarnya engkau tidak melawannya, hanya saja Rahmat Allah begitu besar untukmu.


Comments
1 Comments

1 komentar :

Silahkan Share