Pages

Selasa, 19 Mei 2015

Terserap dalam keindahan seks

Tiada hari tanpa kelelahan. Diri ini seperti mesin yang bekerja di tapak yang kaku. Semua dalam perjuangan meraih sesuatu dalam tensi yang tinggi. Entah lelah dalam pegejaran kebutuhan fisik ataupun rohani. Entah di pasar kerja atau di ruang-ruang doa, semua seolah membutuhkan vitalitas dan daya juang di level teratas. Seks lalu menawarkan perjalanan kekinian, sebuah rehat pelepasan yang membahagiakan. Pembebasan dari diri walau hanya beberapa saat saja.

Di balik perburuan manusia terhadap seks, sebagiannya malah berjuang menjauhinya dengan anggapan bahwa seks adalah kekotoran. Mereka lalu berjuang menolak hasrat fitrawi ini dengan latihan yang telaten. Mereka yang menolak hasrat seks sama bodohnya dengan mereka yang mengumbarnya. Tanpa seks orang akan dibayangi kebingungan, depresi, rasa tertekan bahkan terperosok luka psikologis yang dalam. Untuk keluar dari jebakan arus lampau dan masa depan manusia sering lupa menysukuri dan menikmati momen kekinian, seks hadir menawarkan solusi tentang pengalaman kekinian: sebuah pengalaman rohani tentang ketiadaan diri. Sebab sesiapapun yang terserap jadi satu ke dalam kekinian, ia akan menyaksikan keindahan di mana-mana. Tapi mengumbar seks dengan menabrak semua aturan memunculkan kekacauan kosmik dan akan melahirkan anak-pianak berbagai bentuk kekerasan, manipulasi, eksploitasi, dan perendahan martabat

Sekilas, memang aktivitas seks bersifat fisikal, tapi dibalik itu ada keterhubungan emosional dari dua  sang jiwa yang bertransformasi menjadi  tindakan spiritual. Di level tertentu, bahkan bisa beralih ke pemujaan. Dalam hadits nabi s.a.w, tindakan seks kepada pasangan adalah bentuk sedekah dan pernikahan adalah separuh agama. Jadi ia akan menjadi bentuk pemujaan jika diikat oleh tali pernikahan. Dari sinilah muncul institusi yang dinamakan keluarga. Orang menikah kemudian menikmati keintiman itu dalam ikatan perkawinan sebagai wujud ekspresi cinta yang paling indah. Sebuah pemujaan.

Baik makrokosmos ataupun microkosmos, keduanya diciptakan berpasangan. Pertanda ini memberi isyarat hubungan ketergantungan dan saling melengkapi. Artinya, yang lainnya tidak akan sempurna tanpa yang lainnya. Di tingkat microkosmos misalnya, seorang lelaki tidak akan sempurna kecuali dengan perkawinan yang menyempurnakan separuh agamanya: perempuan. Batapa dahsyat kekuatan spiritual yang dimiliki Rasulullah s.a.w. Namun ada saat dimana Rasulullah  membutuhkan kelegaan spiritual dari aroma seorang perempuan. Jika tiba saatnya dimana hijab dari langit dibuka, tubuh beliau berguncang dan menggigil maka saat inilah Rasulullah meraih tangan Aisyah seraya berseru,‖ Berbicaralah padakau wahai Aisyah.‖ 

Di semua tradisi kearifan selalu mengajarkan bahwa Tuhan tidak dapat disaksikan di dalam dirinya secara esensi. Esensi Tuhan di luar semua hal yang pernah disentuh oleh fikiran, pengalaman dan defenisi. Tuhan hanya dapat disaksikan saat Ia mengungkapkan dirinya(tajalli) pada segala sesuatu di ciptaannya. Di antara semua ciptaannya, pada manusialah Tuhan mengungkapkan dirinya secara sempurna.Diantara semua manusia baik laki-laki maupun perempuan,  kata Ibnu Arabi, pada perempuanlah citra Tuhan paling jelas tersaksikan. Oleh karena itu, perkawinan adalah cara penyaksian Tuhan di tingkat tertinggi.

Dalam urusan dunia, dimana keletihan menghampiri maka Rasulullah berseru kepada Bilal,‖Beri kami kelegaan dengan shalat wahai Bilal.‖ 

Tapi kita ingatkan bahwa di balik keintiman, kemesraan dan keakraban seksual, ada tautan ketakutan dan kepedihan menyertainya, disadari atau tanpa disadari. Biasanya sahabat yang belum membangun institusi yang bernama keluarga seringkali membayangkan bahwa seks menjadi satu-satunya pamungkas kebahagian. Orang berfantasi, dalam seks ada kenikmatan, kepuasan dan pelepasan. Ingatkan lagi bahwa mereka akan bertemua kekecewaan pada akhirnya. Saat kehadiran bayi mungil, ia menuntut tanggung jawab dari keseluruhan hidup kedua orang tuanya.

Surat ar-Ruum (30) ayat 21 : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Al-Waaqi`ah (56) : 58-59 Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya

Kita ingatkan lagi, tindakan seks akan kehilangan keindahannya jika hanya diperlakukan sebagai alat pemuas kebutuhan biologis dan psikologis belaka. Setiap pasangan itu bisa saja saling memuaskan namun akan bertemu kehampaan bahkan bisa berujung pada perceraian. Seks yang hanya dijadikan alat untuk tujuan tertentu akan melahirkan bentuk-bentuk kekerasan, manipulasi, eksploitasi, perendahan martabat. Itu terjadi baik dalam institusi keluarga terlebih lagi dalam relasi antarpasangan di luar institusi keluarga. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan Share