Pages

Jumat, 10 Oktober 2014

PUNCAK, menuju sempurna

Setidaknya ada empat cara pandang beragama dilihat dari perkembangan egonya.
Pertama.

Tuhan berada dalam persepsi hamba-Nya, demikian hadits qudsi menegaskan. Namun untuk mempersaksikan Tuhan sebagaimana adanya, seseorang harus benar-benar berani mengakhiri status quo fikiran beserta semua pengalaman yang pernah mengiringinya. Jika tidak, maka wajah Tuhan berubah-ubah sebagaimana persepsi yang keluar dari fikiran. Tuhan Maha Kasih di satu sisi dan Maha Murka di sisi yang lainnya sangat bergantung kondisi batin. Tuhan di sini menjadi hamba yang dicipta di ruang fikiran manusia.

Kedua
Mulailah Tuhan berwajah Tunggal: Dia menyayangi seseorang/kelompok tertentu, tapi tidak untuk yang lainnya. Dia adalah Tuhanku, bukan Tuhanmu sehingga engkau tidak layak mendapat curahan cinta-Nya. Selain dari kami, maka neraka.

Jiwa yang berada ditahap ini begitu yakin dengan cinta Tuhan kepadanya secara personal ataupun secara kelompok. Sayangnya mereka  mengekspresikan cinta Tuhan dengan kebencian kepada yang lainnya.  Tak seorangpun yang boleh memasuki surga kecuali melewati jalannya. Padahal penghakiman terhadap orang lain hanya menghambat bertumbuhnya batin. Kebenaran itu baik, tapi menyebut diri paling benar hanyalah merupakan kesibukan ego.

Ketiga
Ketika kedewasaan batin semakin tertata dimana mencintai terasa akan lebih indah dari dicintai. Menerima sama nikmatnya saat kehilangan. Pada kelompok ketiga ini, cinta tidak lagi diikuti kebencian. Cinta adalah cinta yang sama sekali bukanlah lawan dengan kebencian. Di sinilah wajah Tuhan tidak lagi bergantung pada kondisi batin seseorang. Yang terlihat sebagai bencana, tidak lebih dari vitamin yang akan menguatkan jiwa demi menaikkan maqam tauhid.  

Keempat.
Kelompok keempat adalah jiwa yang berada dipuncak. Jiwa yang tidak lagi terikat dengan apapun kecuali Tuhan. Tuhan adalah realitas sempurna sementara yang lain adalah bayangan dari Sang Realitas. Ketika tidak ada lagi yang wujud kecuali diri-Nya. Jiwa yang pasrah total dengan segala keputusan-Nya. Sehat sempurna, sakit juga sempurna. Sukses sempurna, gagal juga sempurna.Kehidupan sempurna, kematian juga sempurna. Kaya sempurna, miskin juga sempurna. Jiwa yang tidak lagi mengenal dualitas. Dalam bahasa al-Quran, “Wahai Tuhanku, tidaklah Engkau mencipta apapun kecuali sempurna dalam penciptaan.”

Jiwa yang di dalam dirinya tidak mengenal kamus celaan, apapun alasannya. Seperti kata konfiusisus,”Bila bertemu orang baik, teladanilah. Jika bertemu orang jahat, periksalah pikiran Anda sendiri”.

Comments
1 Comments

1 komentar :

Silahkan Share