Seorang
murid bisa saja melakukan perubahan, tapi tidak bisa melakukan
perubahan fundamental dalam olah batinnya seorang diri tanpa seorang
pembimbing. Di dalam diri ada pertempuran dahsyat yang terjadi, dimana
musuh dan sekutu berwajah sama. Seorang murid bisa saja salah dalam
mengidentifikasinya.
Bukankah kita bisa berjalan seorang diri dengan mempelajari
semua teori tasawuf? Begitu seorang berceloteh. Tapi dunia batin adalah
wilayah yang luas. Belantara yang tidak pernah terjamah oleh murid.
Seorang pembawa peta betapapun jelasnya petunjuk yang diterimanya tetap
harus bertanya pada orang yang pernah berkunjung atau setidaknya
penduduk yang mukim di wilayah itu. Sehebat apapun peta yang
dimilikinya, tidak akan pernah bisa menebak kemungkinan yang terjadi
selama diperjalanan kecuali dibimbing oleh orang yang senantiasa melalui
rute tersebut di tiap harinya. Itulah Mursyid. Seorang sufi Turki
berkata,” jika kau punya luka, kau memang dapat mengobatinya sendiri.
Namun, kau tidak bisa mengeluarkan usus buntumu sendiri kecuali dengan
bantuan seorang dokter.” Luka sepele dapat diobati sendiri, namun luka
batin yang akut perlu bantuan orang lain.
Tanpa
seorang Mursyid, perjalanan akan ditempuh selama dua ratus tahun yang
semestinya hanya bisa ditempuh dua tahun saja. Memang ada beberapa
orang khusus yang bisa berjalan tanpa seorang Mursyid dengan lama waktu
tempuh yang relative pendek dari biasanya, namun apakah kita berada di
antara kelompok mereka? Biasanya praktik ibadah yang bersifat Taszikiyah
an-Nafs dilakukan sekehendak hati, bukanlah yang benar-benar dibutuhkan
oleh jiwa. Ego,sebagaimana asalnya akan mendorong untuk memilih ajaran
dan praktik ibadah yang membuat jiwa tetap sebagaimana sedia kala.
Secara paradoksial. Ketika seorang mulai menempuh perjalanan spiritual
mendadak kekuatan nafsu akan bertambah. Di sinilah peran seorang
Mursyid, agar tidak terjatuh ke lubang yang tidak semestinya atau
setidaknya sekadar identifikasi wajah musuh dan sekutu diwilayah
batiniah seorang murid.
Istilah yang popular di
kalangan para sufi adalah barang siapa yang berguru kepada buku maka
sesungguhnya ia berguru kepada syethan. Ini tidak diartikan secara
tekstual.Setidaknya kalimat ini adalah penegas betapa pentingnya seorang
Mursyid pembimbing dalam dunia tasawuf. Sanad guru sangatlah penting.
Silsilah keilmuan yang merupakan mata rantai yang menghubungkan ke
Rasulullah saw adalah hal yang mutlak. Seorang bisa saja menghafalkan
al-Qur’an dan jutaan hadits, namun sanad guru jauh lebih penting
daripada itu semuanya. Setidaknya kesempurnaannya jika didapatkan
kedua-duanya. Adalah Rasulullah makhluk termulia, namun untuk bisa
sampai ke langit ke tujuh tetap butuh tuntunan Jibril a.s. Adalah Musa
betapapun mulianya tetaplah dipurifikasi dengan bantuan Khidir a.s. Lalu
siapa kita yang dengan pongahnya akan melakukan perjalanan sendiri
menuju-Nya tanpa bimbingan seorang Mursyid?
Mursyid
bukanlah orang yang bisa menggaransi seorang murid untuk benar-benar
bisa sampai kepada-Nya. Adalah rahmat Allah yang bisa membuat jalan yang
ditempuh terlihat seperti cahaya yang bergerak menuntun orang tersesat
di malam hari. Mursyid seberapapun hebatnya, ia tidak lebih dari sekadar
menghidangkan hidangan rohani, selebihnya cicipi sendiri apa yang
terhidang, rasakan nikmatnya.
Alangkah sempitnya jalan
bagi yang tak memiliki jalan dan alangkah terangnya jalan bagi yang
diberi petunjuk, demikian nasihat beberapa Mursyid. Yang bersungguh
sungguh untuk Tuhan, maka Tuhan akan membuka banyak jalan menuju
kepada-Nya,sebanyak helaan nafas orang-orang yang bernafas. Sebanyak
hitungan ciptaan-Nya.Percayalah!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan Share