Pages

Kamis, 06 November 2014

Alangkah sempit jalan bagi yang tak memilik jalan

Seorang murid bisa saja melakukan perubahan, tapi tidak bisa melakukan perubahan fundamental dalam olah batinnya seorang diri tanpa seorang pembimbing. Di dalam diri ada pertempuran dahsyat yang terjadi, dimana musuh dan sekutu berwajah sama. Seorang murid bisa saja salah dalam mengidentifikasinya.

Bukankah kita bisa berjalan seorang diri dengan mempelajari semua teori tasawuf? Begitu seorang berceloteh. Tapi dunia batin adalah wilayah yang luas. Belantara yang tidak pernah terjamah oleh murid. Seorang pembawa peta betapapun jelasnya petunjuk yang diterimanya tetap harus bertanya pada orang yang pernah berkunjung atau setidaknya penduduk yang mukim di wilayah itu. Sehebat apapun peta yang dimilikinya, tidak akan pernah bisa menebak kemungkinan yang terjadi selama diperjalanan kecuali dibimbing oleh orang yang senantiasa melalui rute tersebut di tiap harinya. Itulah Mursyid. Seorang sufi Turki berkata,” jika kau punya luka, kau memang dapat mengobatinya sendiri. Namun, kau tidak bisa mengeluarkan usus buntumu sendiri kecuali dengan bantuan seorang dokter.” Luka sepele dapat diobati sendiri, namun luka batin yang akut perlu bantuan orang lain.

Tanpa seorang Mursyid, perjalanan akan ditempuh selama dua ratus tahun yang semestinya hanya bisa ditempuh  dua tahun saja. Memang ada beberapa orang khusus yang bisa berjalan tanpa seorang Mursyid dengan lama waktu tempuh yang relative pendek dari biasanya, namun apakah kita berada di antara kelompok mereka? Biasanya praktik ibadah yang bersifat Taszikiyah an-Nafs dilakukan sekehendak hati, bukanlah yang benar-benar dibutuhkan oleh jiwa. Ego,sebagaimana asalnya akan mendorong untuk memilih ajaran dan praktik ibadah yang membuat jiwa tetap sebagaimana sedia kala. Secara paradoksial. Ketika seorang mulai menempuh perjalanan spiritual mendadak kekuatan nafsu akan bertambah. Di sinilah peran seorang Mursyid, agar tidak terjatuh ke lubang yang tidak semestinya atau setidaknya sekadar identifikasi wajah musuh dan sekutu diwilayah batiniah seorang murid.

Istilah yang popular di kalangan para sufi adalah barang siapa yang berguru kepada buku maka sesungguhnya ia berguru kepada syethan. Ini tidak diartikan secara tekstual.Setidaknya kalimat ini adalah penegas betapa pentingnya seorang Mursyid pembimbing dalam dunia tasawuf. Sanad guru sangatlah penting. Silsilah keilmuan yang merupakan mata rantai yang menghubungkan ke Rasulullah saw adalah hal yang mutlak. Seorang bisa saja menghafalkan al-Qur’an dan jutaan hadits, namun sanad guru jauh lebih penting daripada itu semuanya. Setidaknya kesempurnaannya jika didapatkan kedua-duanya. Adalah Rasulullah makhluk termulia, namun untuk bisa sampai ke langit ke tujuh tetap butuh tuntunan Jibril a.s. Adalah Musa betapapun mulianya tetaplah dipurifikasi dengan bantuan Khidir a.s. Lalu siapa kita yang dengan pongahnya akan melakukan perjalanan sendiri menuju-Nya tanpa bimbingan seorang Mursyid?

Mursyid bukanlah orang yang bisa menggaransi seorang murid untuk benar-benar bisa sampai kepada-Nya. Adalah rahmat Allah yang bisa membuat jalan yang ditempuh terlihat seperti cahaya yang bergerak menuntun orang tersesat di malam hari. Mursyid seberapapun hebatnya, ia tidak lebih dari sekadar menghidangkan hidangan rohani, selebihnya cicipi sendiri apa yang terhidang, rasakan nikmatnya.

Alangkah sempitnya jalan bagi yang tak memiliki jalan dan alangkah terangnya jalan bagi yang diberi petunjuk, demikian nasihat beberapa Mursyid. Yang bersungguh sungguh untuk Tuhan, maka Tuhan akan membuka banyak jalan menuju kepada-Nya,sebanyak helaan nafas orang-orang yang bernafas. Sebanyak hitungan ciptaan-Nya.Percayalah!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan Share