Pages

Kamis, 04 Juni 2015

Menembus Kabut Fenomena

Tuhan tersedia bagi manusia dua puluh empat jam setiap hari dengan pelayanan yang sempurna. Rasa syukur yang dalam merupakan bentuk pemujaan yang akan mengantar manusia berjumpa langsung dengan-Nya. Manusia wajib menyadari,  Tuhan selalu terlibat dalam hidup manusia tanpa jeda. Ia memberi hidup sekaligus yang menyertai kehidupan ini.

Perhatikan berisiknya ombak yang menggulung, yang menerjang bibir pantai, yang  kecil-besar, yang kuat-lemah, perhatikan jika semuanya pada akhirnya jatuh hening di permukaan air. Tenang mengalir. Semakin  menuju ke kedalaman semakin tenang, semakin hening. Hidup yang terbiasa di atas permukaan akan terdengar riuh sebagaimana ombak yang senantiasa menghempas-hempas bibir pantai. Namun jika belajar menyelami ke kedalaman ada keindahan lain bercerita yang mengantarkan manusia menggapai keluasan tak berhingga. 

Kehidupan yang mengombak itu bernama kegelisahan, iri-dengki, bingung, tegang, sedih, amarah semua pada akhirnya merunduk pada permukaan air kehidupan. Ia bernama kedamaian. Ia bernama perjumpaan dengan yang Maha Kudus dalam keheningan. Sebagaimana ombak tak akan pernah ada jika tanpa air, sebab air adalah pondasi bagi ombak. Dengan begitulah manusia akan menemukan kedamaian jika ia kembali ke pangkuan dimana ia berasal, yang menjadi penopang kehidupannya semenjak ia dari ketiadaan sampai ia kembali ke ketiadaan. Ialah Allah, Tuhan semesta alam.

Seumpama ikan dengan air. Ikan dilingkupi oleh air. Air menghidupi ikan untuk semua kebutuhannya dalam pelayanan tanpa henti.. Tanpa air, ikan tak mungkin bisa hidup, bergerak, dan ada. Seperti itulah kedekatan manusia dan Tuhan: Manusia seperti ikan dan Tuhan seperti samudra. Tuhan melingkupi manusia secara menyeluruh  sekaligus mendalam. Di dalam sekaligus di luar, dalam pelayanan tanpa pamrih. Kehidupan akan terus bergerak, diminta atau tidak diminta. Orang yang mengingkari kehadiran Tuhan pun masih tetap bisa bernafas, diminta atau tanpa ia minta.

Jika berbicara fenomena dan neumena maka ombak bagi air adalah dunia fenomena. Tapi air itu sendiri adalah neumena. Ia adalah substansi bagi ombak yang tanpanya ombak tidak akan bisa ada. Apapun yang dapat diindra maka itulah yang disebut fenomena. Udara, manusia, buku, pepohonan, hewan kursi, rumah, gunung, , iklan, pakaian, TV, komputer,  handphone dan seterusnya adalah fenomena. Jika dapat diindra maka dapat pula diukur. Manusia dapat mengukur panas dengan thermometer, berat dengan timbangan, jarak dengan meter, kecepatan dengan stopwatch dst.

Berbeda dengan fenomena, pengalaman di dunia neumena nyaris tidak bisa dikonsepkan, hanya bisa dibahasakan dengan symbol-simbol rumit. Oleh karena itulah seorang Sufi yang terbiasa menyelami dunia neumena selalu dianggap gila atau jika tidak maka dia akan dianggap kafir. Sebab jika tiba saatnya ia berbicara kedalaman, ia akan mengungkapkan sesuatu yang nyaris tak bisa dibahasakan. Hingga saat ini, kedalaman memang masih diidentikkan dengan kegelapan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan Share