Pages

Jumat, 10 Oktober 2014

Modus Hidup






Cinta itu luhur, namun di zaman ini cinta terdegradasi menjadi kepemilikan. Istri adalah milik suami. Atau suami adalah milik istri. Di dapatilah lara berkepanjangan saat Istri sudah tiada. Kita mengenal Taj Mahl sebagai perlambangan cinta seorang Syah Jehan kepada Istrinya yang meninggal saat melahirkan anaknya. Taj Mahl adalah sebuah kuburan dimana sang kekasih tertidur sunyi untuk selama-lamanya. Entahlah, tapi begitu cinta  dengan modus memiliki tumbuh, keberpisahan akan menimbulkan lara yang tak pernah habis. Kisah lainnya adalah Qais dan Lailah, cinta gila. Atau di zaman modern ini kita mendapati orang yang bunuh diri karena kekasihnya telah meninggal.

Sebuah polemic terjadi di Indonesia. Istilah poligami adalah istilah yang disebut pun akan menjadi haram. Orang yang mengamalkannya akan menjadi tersangka kehidupan selamanya, tersisih dari masyarakatnya. Sebab menurut mereka, pernikahan adalah kepemilikan. Aku milikmu dan kau milikku, begitu lirik sebuah lagu. Poligami berarti menghilangkan makna pernikahan sebagai saling memiliki. Mahar dianggap sebagai aqad persetujuan memiliki barang yang bernama wanita. Ah, Sayangnya disini kita tidak membahas poligami secara lebar.

Untuk bertemu Tuhan, Musa harus menanggalkan rasa kepemilikannya. Rela meninggalkan tanah airnya, rela meninggalkan istana Fir’aun yang sebelumnya ia berada di bawah asuhannya. Bahkan ketika ia bertemu dengan Khidir, ia pun diajari untuk menanggalkan kepemilikan ilmunya. Di saat sepertiitulah Musa menerima pencerahan. Ini dilukiskan dalam al-Quran bahwa Musa menyaksikan pancaran api. Di lihat di surah an-Naml: 7-9:

(Ingatlah)ketika Musa berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang". Maka tatkala dia tiba di (tempat) ap iitu, diserulah dia: "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah,Tuhan semesta alam". (Allah berfirman): "Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Memiliki, adalah sebuah modus hidup yang bermakna menambah daftar barang, benda dan orang serta apapun itu. Bencana sudut pandang manusia yang mereduksi kehidupan spiritual. Manusia hanya bisa eksis ketika memiliki, tanpa memiliki manusia akan hilang. Mirip dengan perkataan filusuf: saya berpikir maka saya ada. Yah,saya memiliki maka saya ada. Di saat memiliki maka orang lain akan menganggap ada. Jika tidak memiliki harta, jabatan, anak dan sejenisnya maka bukanlah apa-apa. Modus hidup manusia modern.

Menurut  Erich Fromm, bahasa inggris memiliki evolusi yang menunjukkan bahwa kepemilikan di dunia Barat sama dengan eksistensi itu sendiri. Maka kamus Bahasa Inggris modern dipenuhi dengan kata yang berarti kepemilikan(to have). “Have” yang berarti memiliki tersisipkan pada aktivitas. Misalnya I have a rest, saya memiliki istirahat yang bermakna saya beristirahat, I have walk, saya memiliki berjalan bermakna saya berjalan.Cara hidup dengan modus kepemilikan menggempur manusia modern.

Cara hidup sufi terbebas dari modus kepemilikan. Cara hidup mereka bukanlah memiliki tapi menjadi. Sebuah asahan menuju ke kesempurnaan. Maka sufi terbebas dari keresahan, dengan atau tanpa dikelilingi oleh materi ia masih bisa tersenyum. Cukuplah Allah baginya. Bahkan sebetulnya ia tidak memiliki klaim kebenaran dalam kotak identitas. Klaim kebenarannya adalah kebenaran yang bersifat universal. Kebenaran adalahTuhan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan Share