Pages

Senin, 06 Oktober 2014

Pelabuhan yang mendamaikan: Agama


4 Oktober pukul 9:17 · 
Ketakutan adalah cara beragama yang banyak diperkenalkan. Peran para pegkhutbah agama menjadi hakim kehidupan dengan menakut-nakuti ummat dengan  siksa. Tidak saja di Indonesia, namun mencengkram kuat keseluruh penjuru dunia. Hingga kepelosok dimana asal-usul agama pertama kali dikhutbahkan para nabi suci. Azab yang pedih, ancaman neraka jahannam, dicambuk, hukum gantung, dipenjara, siksa kubur dll. Jika berbicara tentang kreativitas, maka para pengkhutbah agama  kini kehilangan banyak rasa pada kreativitasnya. Untuk lebih bisa menyentuh relung jiwa terdalam ummat, dibutuhkan nila rasa yang tinggi.




Filosof hebat mengajarkan keyakinan diri berlebihan seperti Descartes, cara berfikir mekanistik ala Galileo, dan pendekatan rasional menurut Freud. Tapi itu semua belumlah berhasil menerangi semua kegelapan. Memang tidak bisa dipadamkan, seperti cahaya yang menghasilkan bayangan. Yang harus terang adalah cara berpikir untuk memandang kegelapan, itu sudah menerangi.


Di awal abad ke 20-an, dengan pongahnya fisikawan mengatakan bahwa sisa sedikit bagian alam semesta yang belum bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Keyakinan  itu tidak berumur lama, setelah mekanika kuantum ditemukan. Kenyataan lain tentang alam semesta lalu menggetarkan orang sekaliber Albert Einstein: “Ternyata apa yang tidak bisa diketahui benar-benar ada. Ia muncul berbajukan keindahan serta kebijaksanaan tertinggi. Inilah religiusitas sejati”.


Bukan salah mencari damai pada semesta luar. Sesuatu yang dianjurkan malah. Namun jangan lupa mendengarkan seruan semesta yang berbicara memberi tanda(ayat). Bukan malah memupuk kesombongan menepuk dada sembari mengabaikan kedalaman nurani. Sains bukan meruntuhkan nilai kehidupan dengan membiarkan anak kecil memegang senjata, membiarkan remaja menggunakan kondom sebebas-bebasnya. Sementara ini semesta mulai berbicara lewat gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan wabah penyakit. Mungkinkah ini isyarat ketidak seimbangan pencarian manusia yang selalu menunjuk ke luar dan lupa ke dalam. Di barat, mulai kekeringan nilai cinta setelah manusia diprogram menjadi mesin pekerja. Sehari-hari mereka bekerja mekanis mengikuti alarm khusus dari atasan. Agama diharapkan menjadi pelabuhan untuk menyandarkan kepenatan malah berubah menjadi institusi yang menakutkan. Agama dijauhi, agama dicaci.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan Share